Ketahanan Budaya Lokal di Era Digital

Perkembangan teknologi digital di dunia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, termasuk di Indonesia. Budaya merupakan sebuah tradisi yang menjadi identitas suatu warga negara. Budaya merupakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau suatu kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Keberadaan teknologi memberikan kemudahan untuk manusia. Namun, tidak serta merta dengan keberadaan Teknologi yang semakin hari semakin berkembang berdampak positif, keberadaan teknologi juga memiliki sisi buruk di setiap aktivitas manusia, salah satunya berdampak terhadap budaya di suatu negara terutama Indonesia.

Globalisasi yang terajadi di berbagai bidang seperti pada bidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Elemen ini berkaitan dengan kemajuan teknologi Informasi yang begitu cepat dengan bahasa pengantar global yaitu Bahasa Inggris. Di bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, misalnya buku atau kebanyakan majalah berbahasa Inggris. Kondisi seperti ini akan berkembang secara perlahan memp ngaruhi jumlah orang yang berbicara bahasa tersebut daerah, sehingga keberadaan ataupun kemurnian bahasa daerah tersebut akan tercampur bahkan buruknya hilang.

Indonesia dengan keberagaman budaya terbesar di dunia mulai merasakan dampak dari adanya teknologi, Bahasa yang merupakan salah satu hasil budaya manusia yang paling merasakan pergeseran ataupun pencampuran bahasa asing sehingga memberikan ancaman bagi budaya lokal khususnya bahasa daerah di Indonesia. Kebudayaan manusia tidak akan pernah terlahir tanpa bahasa karena bahasa merupakan faktor yang memungkinkan terciptanya kebudayaan. Maka dari itu budaya merupakan kebudayaan pada suatu masyarakat Indonesia.

Pemanfaatan kemajuan teknologi yang mengancam keberadaan bahasa daerah di Indonesia tentu dapat di cegah dengan cara penanganan yang serius dari setiap elemen, baik itu pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. Salah satu upaya tersebut yaitu digitalisasi bahasa daerah. Digitalisasi bahasa daerah diperlukan saat ini karena memiliki fungsi pengelolaan, pendokumentasian, dan penyebarluasan. Selain itu perlu dengan menciptakan aplikasi- aplikasi android seperti aplikasi kamus bahasa daerah contohnya kamus bahasa Betawi dll.

Upaya digitalisasi Bahasa daerah dapat menjadi percontohan terhadap bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia terutama bahasa daerah yang terancam punah. Upaya-upaya diatas tersebut diharapkan dapat meningkatkan ketahanan budaya lokal berdasarkan indikator yaitu mengatasi ancaman dari budaya asing, dan mengikuti perkembangan zaman.

 

Ahmad Said Saputra

Mahasiswa Administrasi Publik, Universitas Nasional

Siapa Manusia Pancasila Yang Harus Memimpin Indonesia?

Indonesia adalah sebuah negeri yang sangat unik dan spesial. Salah satu faktornya adalah karena Indonesia merupakan sebuah negeri yang bangsanya lahir terlebih dahulu, yang kemudian mendirikan negara. Sebagai pengingat, bangsa Indonesialahir dalam momentum Sumpah Pemuda tahun 1928. Sedangkan negara Indonesia baru resmi berdiri pada tahun 1945.

Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa negara Republik Indonesia tegak dan berjalan dengan landasan nilai-nilai kebangsaan yang luhur. Nilai-nilai yang telah lahir jauh sebelum aturan-aturan bernegara diciptakan. Pertanyaannya, apa komponen nilai-nilai kebangsaan tersebut? Jawabannya adalah Pancasila. Pancasila merupakan hasil perasan dari nilai-nilai tradisi yang sudah teruji ratusan atau bahkan ribuan tahun di bumi Nusantara.

Komponen pembentuk Pancasila yang pertama adalah nilai-nilai KeIlahian. Sebagai sebuah peradaban yang sudah hidup sejak ribuan tahun, manusia Nusantara menyembah Tuhan yang esa sejak dahulu kala. Puncaknya adalah ketika Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7 Masehi. Bahkan ketika Islam mewarnai dan menginspirasi terbentuknya peradaban madani di Barus (Tapanuli), masyarakat di sana sudah mengadopsi sistem perdagangan yang beradab sesuai tuntunan agama. Pada saat itu, diasumsikan bahwa Barus telah menjadi pusat perdagangan dan jalur rempah dunia. Semua sistem dan aturan yang berlaku saat itu dan pada masa-masa keemasan Nusantara bersumber dari nilai-nilai agama yang sudah pasti tidak terbantahkan kebenaran dan kebaikannya.

Ilmu merupakan partikel yang membuat seseorang menjadi lebih tinggi tingkatan kemuliaannya. Ilmu sendiri merupakan sebuah konsep sistematis yang terdiri atas konstruksi pengetahuan. Ilmu berorientasi pada pemberian manfaat lebih dari sekadar pengetahuan. Maka dari itu, Ilmu harus tersusun secara harmonis. Seperti jargon dalam bahasa Inggris yaitu “Science is harmony”. Harmonisasi hanya mungkin terwujud jika tiap-tiap komponennya bersifat proporsional. Proporsional adalah wujud keadilan. Keadilan adalah penyeimbang utama dalam peradaban. Maka, seorang manusia baru dapat disebut berilmu jika dia bersifat adil dan beradab. Sudah pasti, cara manusia untuk belajar tentang hal ini adalah dengan mempelajari sifat adil Tuhan dan mengaplikasikannya dalam peradaban. Hubungan dengan Tuhan menginspirasi hubungan dengan sesama manusia. Inilah yang menginspirasi terbentuknya komponen kedua dalam Pancasila.

Nilai-nilai persatuan telah lama hidup dalam masyarakat Nusantara. Konsep Bersatu dalam peradaban Nusantara inilah yang diserap masuk sebagai komponen ketiga Pancasila. Bersatu dalam Pancasila tidak berarti membuat semua menjadi seragam. Apalagi memaksa hilangnya identitas atau jati diri seseorang yang telah terbentuk oleh nilai-nilai Agama atau tradisi etnisnya. Bersatu dalam perspektif Pancasila adalah membuat harmonisasi beragamnya khasanah bangsa secara adil dan beradab, sehingga melahirkan harmonisasi kebangsaan yang indah dan bergairah. Inilah yang membuat bangsa Indonesia menjadi kuat dan kaya. Bhineka Tunggal Ika. Berbeda-beda tapi tetap bersatu jua. Perbedaan yang saling menghormati keyakinan masing-masing. Tidak memaksa yang lain untuk berubah seperti dirinya. Tidak menghalangi dan mengganggu yang lain untuk menjalankan segala keyakinan dalam agama dan keluhuran tradisinya. Bersatu dalam rasa adil untuk tetap menjaga peradaban yang madani.

Sejak lama, ratusan tahun, para raja, sultan, dan pemangku adat telah memimpin rakyatnya dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan. Hikmah di sini bermakna nilai-nilai kebenaran yang disampaikan secara tepat untuk tujuan kebaikan. Sedangkan kebijaksanaan bermakna pengindah atau ornamen estetik dari implementasi hikmah tersebut. Para pemimpin ini sangat memahami bahwa rakyatnya memiliki kualitas yang berbeda-beda. Untuk itulah mereka dengan rasa tanggung jawab dan kasih sayang memutuskan segala sesuatunya dengan bermusyawarah bersama para ahli dan mewakili segala kepentingan rakyatnya tersebut demi memberi kemanfaatan dan kebaikan untuk semua. Para ahli ini adalah mereka yang dalam tunduknya pada Tuhan, senantiasa menggunakan ilmunya dalam memimpin tiap-tiap kebijakan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Sikap “leadership” inilah yang menginspirasi terbentuknya sila keempat Pancasila.

Semua hal tersebut pada hakikatnya adalah berorientasi pada rasa keadilan. Keadilan yang dimaksud di sini adalah keadilan antara manusia dengan sesama manusia dan antara manusia dengan seluruh alam. Betapa indahnya apabila setiap manusia senantiasa mencari kebaikan dan kebahagiaanya dengan hanya melakukan apa yang diperintah oleh Tuhannya dan menjauhi apa yang dilarang oleh Tuhannya. Sikap tersebut haruslah dipandu oleh ilmu yang tepat. Ilmu yang diberikan langsung oleh Tuhan melalui para nabi dipersatukan dengan ilmu yang dicari dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan akal manusia. Visi besar inilah yang sebenarnya ingin dikejar oleh para perumus Pancasila. Visi besar yang dituangkan dalam sila kelima Pancasila.

Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, siapa sebenarnya yang disebut manusia Pancasila? Manusia Pancasila adalah manusia yang senantiasa bertakwa pada Tuhannya, berjalan dengan landasan ilmu agama dan sains terapan secara harmoni, memiliki orientasi untuk menjaga persatuan, memimpin dengan penuh hikmah secara bijaksana, dan bersikap adil terhadap dirinya, orang lain, dan seluruh alam.

Siapa dia? Kamu? Saya? Dia? Kita atau bukan? Kita bahas lebih dalam nanti.

 

Iskandarsyah Siregar

Kepala Pusat Studi Ketahanan Nasional