Strategi Pertahanan Masa Depan: Merespons Tantangan dan Ancaman Terhadap NKRI

Strategi Pertahanan Masa Depan: Merespons Tantangan dan Ancaman Terhadap NKRI

Dilansir dari berita yang diterbitkan oleh SINDONEWS.COM mengenai lima masalah bangsa yang harus dituntaskan, Indonesia saat ini dihadapkan dengan berbagai tantangan besar yang membutuhkan pendekatan strategis dan komprehensif untuk menjaga kedaulatan dan stabilitas negara.

Dalam Musyawarah Kebangsaan yang digelar di Universitas Nasional, Jakarta, Kepala Pusat Studi Ketahanan Nasional, Iskandarsyah Siregar, menyampaikan ada lima masalah utama yang sedang dihadapi Indonesia: liberalisme, invasi senyap kekuatan asing dalam bentuk kapitalisme, potensi konflik antaretnis dan umat beragama, lemahnya kedaulatan masyarakat, dan bergesernya pemahaman ideologi Pancasila. Untuk mengatasi masalah ini, Iskandarsyah selaku Kepala Pusat Studi Ketahanan Nasional merekomendasikan adanya perbaikan sistem kenegaraan dan kerja sama erat antara TNI dan berbagai elemen masyarakat seperti agamawan, ilmuwan, dan pemangku adat. Misalnya dalam memilih pimpinan negara, harus dirancang dan dijalankan sistem pemilihan yang efisien dan sejalan dengan Pancasila. 

Sejalan dengan rekomendasi tersebut, strategi pertahanan Indonesia untuk 25 tahun ke depan yang dirancang oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menekankan pentingnya penguatan militer dan ketahanan nasional. Pemerintah mengembangkan strategi yang mencakup pembaruan peralatan militer, peningkatan kerjasama antara militer, polisi, dan masyarakat, serta penguatan kerjasama internasional. Fokus utama juga diberikan pada teknologi militer, keamanan siber, dan penguatan intelijen untuk menghadapi berbagai ancaman seperti konflik militer, terorisme, serangan siber, dan bencana alam.

Partisipasi masyarakat juga ditekankan melalui program Bela Negara. Pendidikan dan pelatihan bagi personel militer dan sipil menjadi prioritas untuk memperkuat kapasitas pertahanan nasional. Selain itu, pembangunan ketahanan ekonomi melalui diversifikasi dan pengembangan sumber daya manusia, serta penyediaan kesejahteraan sosial yang merata diharapkan dapat memperkuat solidaritas dan kedaulatan negara.

Pendekatan yang komprehensif ini menunjukkan bahwa ketahanan nasional bukan hanya tentang kekuatan militer, tetapi juga melibatkan ketahanan sosial dan ekonomi. Integrasi antara pembaruan teknologi militer dengan partisipasi aktif masyarakat mencerminkan pemahaman bahwa semua elemen bangsa harus bekerja sama untuk menghadapi ancaman yang semakin kompleks dan dinamis..

Kunci keberhasilan dari strategi ini adalah kembali kepada nilai-nilai ideologi Pancasila. Dengan bersatu di bawah Pancasila, seluruh komponen bangsa diharapkan dapat menghadapi tantangan bersama dan melepaskan kepentingan pribadi demi menyelamatkan NKRI. Hanya dengan kerja sama yang erat dan komitmen kuat dari semua pihak, Indonesia dapat memastikan masa depan yang aman dan stabil bagi seluruh Masyarakat.

Facebook
WhatsApp
X
Reformasi Sistem dan Pemanfaatan Kearifan Lokal

Reformasi Sistem dan Pemanfaatan Kearifan Lokal: Kunci Menuju Pembangunan Berkelanjutan Indonesia

Ahmad Said Saputra, PUSTANAS. 25/05/2024 11:30 WIB

Kepala Pusat Studi Ketahanan Nasional Universitas Nasional, Iskandarsyah Siregar, mengungkapkan bahwa saat ini sangat penting untuk mempertimbangkan sistem berbangsa dan bernegara yang lebih efektif dan efisien. Dalam konteks ini, ia menekankan perlunya reformasi dalam berbagai aspek, termasuk dalam proses pemilihan pimpinan nasional dan daerah. Iskandarsyah berpendapat bahwa sistem yang ada saat ini masih banyak menyisakan ruang untuk perbaikan guna memastikan bahwa semua sumber daya negara dapat dimanfaatkan dengan optimal demi kesejahteraan masyarakat.

Sebagai contoh, Iskandarsyah menyoroti biaya yang sangat tinggi yang dikeluarkan dalam setiap proses pemilu. Setiap kali pemilu diadakan, negara harus mengeluarkan ratusan triliun rupiah untuk berbagai keperluan, mulai dari logistik hingga kampanye. Iskandarsyah menggambarkan bahwa pengeluaran sebesar itu sangat besar dan dapat dialihkan untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak. “Bayangkan jika ratusan triliun yang digunakan untuk pemilu itu dialokasikan untuk membangun sarana dan prasarana kesehatan serta menyediakan pengobatan gratis bagi masyarakat Indonesia. Manfaat yang bisa dirasakan masyarakat tentu akan jauh lebih besar,” ujar Iskandarsyah.

Selain dari sisi biaya, Iskandarsyah juga menyoroti pentingnya memanfaatkan teknologi dan kearifan lokal yang telah ada di Indonesia selama ratusan tahun. Menurutnya, bangsa ini sebenarnya memiliki berbagai teknologi tradisional dan kearifan lokal yang telah terbukti efektif dalam mengelola negeri. Teknologi dan kearifan lokal tersebut mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari pertanian hingga tata kelola sosial. Jika diberdayakan dengan baik, teknologi dan kearifan lokal ini dapat memberikan solusi yang lebih sesuai dengan kondisi budaya dan sosial Indonesia.

Lebih lanjut, Iskandarsyah menekankan bahwa dengan memanfaatkan teknologi dan kearifan lokal, negara tidak hanya dapat menghemat biaya tetapi juga dapat memperkuat identitas dan kemandirian bangsa. Dalam era globalisasi ini, banyak negara sering kali terjebak dalam mengikuti model-model pembangunan dari luar yang tidak selalu sesuai dengan kondisi lokal. Padahal, dengan menggali dan mengembangkan potensi lokal, Indonesia dapat menciptakan model pembangunan yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan. “Kita tidak harus selalu bermazhab pada bangsa atau negara lain. Malah, dengan membangkitkan kearifan bangsa sendiri, kita bisa lebih tangguh dan besar dari bangsa dan negara lain,” tambah Iskandarsyah.

Sebagai penutup, Iskandarsyah mengajak semua pihak untuk berpikir kritis dan kreatif dalam mencari solusi untuk berbagai tantangan yang dihadapi oleh bangsa ini. Ia mengingatkan bahwa perubahan besar sering kali dimulai dari langkah-langkah kecil yang dilakukan secara konsisten. “Mari kita bersama-sama mencari cara yang lebih baik dalam mengelola negeri ini. Dengan semangat gotong royong dan pemanfaatan potensi lokal, saya yakin kita bisa mencapai tujuan yang kita inginkan,” pungkas Iskandarsyah.

KETAHANAN NASIONAL DALAM PENYELENGGARAAN PEMILU DI INDONESIA

KETAHANAN NASIONAL DALAM PENYELENGGARAAN PEMILU DI INDONESIA

Ketahanan nasional terhadap penyelenggaraan pemilu di Indonesia merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga stabilitas, keamanan, dan demokrasi negara. Berikut beberapa faktor yang menjadi pilar ketahanan nasional terhadap penyelenggaraan pemilu di Indonesia:

  1. Keselamatan dan Keamanan: Kunci untuk menjaga penyelenggaraan pemilu yang lancar adalah memastikan keselamatan dan keamanan seluruh proses pemilu, termasuk para pemilih, petugas pemilu, serta fasilitas pemungutan suara. Hal ini mencakup penanganan potensi konflik, ancaman keamanan, dan upaya-upaya untuk mencegah gangguan terhadap proses pemilu.
  2. Sistem dan Teknologi: Penggunaan teknologi dalam penyelenggaraan pemilu dapat meningkatkan efisiensi dan keamanan, seperti sistem pencatatan pemilih elektronik, mesin penghitung suara, dan sistem informasi pemilu. Namun demikian, penting juga untuk memastikan bahwa sistem tersebut aman dari serangan siber dan manipulasi.
  3. Partisipasi dan Pendidikan Pemilih: Meningkatkan partisipasi pemilih serta memberikan pendidikan pemilih yang baik adalah aspek penting dari ketahanan nasional terhadap pemilu. Semakin banyak warga yang terlibat dalam proses demokratis, semakin kuat pula fondasi demokrasi negara tersebut.
  4. Integritas dan Transparansi: Penting untuk memastikan bahwa seluruh tahapan pemilu, mulai dari pendaftaran calon hingga penghitungan suara, dilakukan secara jujur dan transparan. Hal ini membantu mencegah terjadinya kecurangan dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu.
  5. Kemandirian dan Kedaulatan: Suatu negara perlu memastikan bahwa penyelenggaraan pemilu dilakukan secara mandiri dan berdaulat, tanpa campur tangan dari pihak asing yang dapat mengganggu integritas pemilu.
  6. Kerjasama dan Dialog: Kerjasama antara pemerintah, lembaga pemantau pemilu, partai politik, dan masyarakat sipil sangat penting untuk memastikan penyelenggaraan pemilu yang sukses. Dialog terbuka dan konstruktif antara semua pihak juga diperlukan untuk menyelesaikan konflik dan memperbaiki proses pemilu yang ada.

Ketahanan nasional terhadap penyelenggaraan pemilu tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah, tetapi juga melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam menjaga dan memperkuat demokrasi.

PUSTANAS KONSISTEN TERHADAP KEMERDEKAAN PALESTINA

PUSTANAS KONSISTEN TERHADAP KEMERDEKAAN PALESTINA

Dunia pada saat ini sedang terfokus pada konflik yang terjadi di Palestina oleh Israel. Serangan Israel meningkat setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak seruan internasional untuk “jeda kemanusiaan” dalam memberikan bantuan darurat kepada warga sipil yang kekurangan makanan, obat-obatan, air, minuman, dan bahan bakar. Ia bahkan berjanji akan melanjutkan rencananya untuk menghancurkan Hamas, meski korban di Gaza terus bertambah. Seiring dengan gempuran bertubi-tubi Israel atas Gaza, Senin (30/10/2023), situasi kemanusiaan di wilayah itu kian memburuk. Korban pun terus berjatuhan. Mengutip dari CNCB Indonesia tercatat, lebih dari 8.000 warga Palestina tewas sejak Israel menggelar serangan balasan pada 8 Oktober lalu. Sebagian korban tewas adalah anak-anak. Iskandarsyah Siregar, S.S., M.Hum, selaku Kepala Pusat Studi Ketahanan Nasional dalam hal ini mengutuk keras atas genosida dan terorisme yang dilakukan oleh israel kepada Palestina saat ini maka dari itu perlu segera diselesaikan dan dihentikan sesegera mungkin. Sikap ini juga sesuai dengan amanat dari Pembukaan UUD 1945 alinea 1 yang berbunyi “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Kemudian pada alinea 4 Pembukaan UUD 1945 berbunyi “Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Dua pernyataan di atas jelas menunjukkan bahwa politik luar negeri Indonesia harus bertujuan untuk turut serta melaksanakan ketertiban dunia dan tidak mendukung penindasan negara lain. Indonesia selalu konsisten dalam terus mendukung kemerdekaan Palestina. Sebagai sebuah bangsa, Indonesia bisa merasakan rasanya dijajah, pahit dan sulitnya keadaan ketika dijajah.

Siapa Manusia Pancasila Yang Harus Memimpin Indonesia?

Indonesia adalah sebuah negeri yang sangat unik dan spesial. Salah satu faktornya adalah karena Indonesia merupakan sebuah negeri yang bangsanya lahir terlebih dahulu, yang kemudian mendirikan negara. Sebagai pengingat, bangsa Indonesialahir dalam momentum Sumpah Pemuda tahun 1928. Sedangkan negara Indonesia baru resmi berdiri pada tahun 1945.

Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa negara Republik Indonesia tegak dan berjalan dengan landasan nilai-nilai kebangsaan yang luhur. Nilai-nilai yang telah lahir jauh sebelum aturan-aturan bernegara diciptakan. Pertanyaannya, apa komponen nilai-nilai kebangsaan tersebut? Jawabannya adalah Pancasila. Pancasila merupakan hasil perasan dari nilai-nilai tradisi yang sudah teruji ratusan atau bahkan ribuan tahun di bumi Nusantara.

Komponen pembentuk Pancasila yang pertama adalah nilai-nilai KeIlahian. Sebagai sebuah peradaban yang sudah hidup sejak ribuan tahun, manusia Nusantara menyembah Tuhan yang esa sejak dahulu kala. Puncaknya adalah ketika Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7 Masehi. Bahkan ketika Islam mewarnai dan menginspirasi terbentuknya peradaban madani di Barus (Tapanuli), masyarakat di sana sudah mengadopsi sistem perdagangan yang beradab sesuai tuntunan agama. Pada saat itu, diasumsikan bahwa Barus telah menjadi pusat perdagangan dan jalur rempah dunia. Semua sistem dan aturan yang berlaku saat itu dan pada masa-masa keemasan Nusantara bersumber dari nilai-nilai agama yang sudah pasti tidak terbantahkan kebenaran dan kebaikannya.

Ilmu merupakan partikel yang membuat seseorang menjadi lebih tinggi tingkatan kemuliaannya. Ilmu sendiri merupakan sebuah konsep sistematis yang terdiri atas konstruksi pengetahuan. Ilmu berorientasi pada pemberian manfaat lebih dari sekadar pengetahuan. Maka dari itu, Ilmu harus tersusun secara harmonis. Seperti jargon dalam bahasa Inggris yaitu “Science is harmony”. Harmonisasi hanya mungkin terwujud jika tiap-tiap komponennya bersifat proporsional. Proporsional adalah wujud keadilan. Keadilan adalah penyeimbang utama dalam peradaban. Maka, seorang manusia baru dapat disebut berilmu jika dia bersifat adil dan beradab. Sudah pasti, cara manusia untuk belajar tentang hal ini adalah dengan mempelajari sifat adil Tuhan dan mengaplikasikannya dalam peradaban. Hubungan dengan Tuhan menginspirasi hubungan dengan sesama manusia. Inilah yang menginspirasi terbentuknya komponen kedua dalam Pancasila.

Nilai-nilai persatuan telah lama hidup dalam masyarakat Nusantara. Konsep Bersatu dalam peradaban Nusantara inilah yang diserap masuk sebagai komponen ketiga Pancasila. Bersatu dalam Pancasila tidak berarti membuat semua menjadi seragam. Apalagi memaksa hilangnya identitas atau jati diri seseorang yang telah terbentuk oleh nilai-nilai Agama atau tradisi etnisnya. Bersatu dalam perspektif Pancasila adalah membuat harmonisasi beragamnya khasanah bangsa secara adil dan beradab, sehingga melahirkan harmonisasi kebangsaan yang indah dan bergairah. Inilah yang membuat bangsa Indonesia menjadi kuat dan kaya. Bhineka Tunggal Ika. Berbeda-beda tapi tetap bersatu jua. Perbedaan yang saling menghormati keyakinan masing-masing. Tidak memaksa yang lain untuk berubah seperti dirinya. Tidak menghalangi dan mengganggu yang lain untuk menjalankan segala keyakinan dalam agama dan keluhuran tradisinya. Bersatu dalam rasa adil untuk tetap menjaga peradaban yang madani.

Sejak lama, ratusan tahun, para raja, sultan, dan pemangku adat telah memimpin rakyatnya dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan. Hikmah di sini bermakna nilai-nilai kebenaran yang disampaikan secara tepat untuk tujuan kebaikan. Sedangkan kebijaksanaan bermakna pengindah atau ornamen estetik dari implementasi hikmah tersebut. Para pemimpin ini sangat memahami bahwa rakyatnya memiliki kualitas yang berbeda-beda. Untuk itulah mereka dengan rasa tanggung jawab dan kasih sayang memutuskan segala sesuatunya dengan bermusyawarah bersama para ahli dan mewakili segala kepentingan rakyatnya tersebut demi memberi kemanfaatan dan kebaikan untuk semua. Para ahli ini adalah mereka yang dalam tunduknya pada Tuhan, senantiasa menggunakan ilmunya dalam memimpin tiap-tiap kebijakan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Sikap “leadership” inilah yang menginspirasi terbentuknya sila keempat Pancasila.

Semua hal tersebut pada hakikatnya adalah berorientasi pada rasa keadilan. Keadilan yang dimaksud di sini adalah keadilan antara manusia dengan sesama manusia dan antara manusia dengan seluruh alam. Betapa indahnya apabila setiap manusia senantiasa mencari kebaikan dan kebahagiaanya dengan hanya melakukan apa yang diperintah oleh Tuhannya dan menjauhi apa yang dilarang oleh Tuhannya. Sikap tersebut haruslah dipandu oleh ilmu yang tepat. Ilmu yang diberikan langsung oleh Tuhan melalui para nabi dipersatukan dengan ilmu yang dicari dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan akal manusia. Visi besar inilah yang sebenarnya ingin dikejar oleh para perumus Pancasila. Visi besar yang dituangkan dalam sila kelima Pancasila.

Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, siapa sebenarnya yang disebut manusia Pancasila? Manusia Pancasila adalah manusia yang senantiasa bertakwa pada Tuhannya, berjalan dengan landasan ilmu agama dan sains terapan secara harmoni, memiliki orientasi untuk menjaga persatuan, memimpin dengan penuh hikmah secara bijaksana, dan bersikap adil terhadap dirinya, orang lain, dan seluruh alam.

Siapa dia? Kamu? Saya? Dia? Kita atau bukan? Kita bahas lebih dalam nanti.

 

Iskandarsyah Siregar

Kepala Pusat Studi Ketahanan Nasional