All posts by pustanas

Kasus Dugaan Asusila di Mojosari

Dilansir dari berita yang diterbitkan oleh Radar Mojokerto. Kasus dugaan asusila di Balai Desa Seduri, Mojosari, masih dalam penyelidikan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Mojokerto. Sekretaris Desa Seduri, Zulfrida Hilmi, yang juga bertindak sebagai pelapor, telah dimintai keterangan oleh polisi terkait dugaan tersebut. Kuasa hukum Hilmi, Tohadim, menyatakan bahwa laporan mereka didukung oleh surat pernyataan dua orang yang mengakui perbuatan asusila di balai desa pada 24 Juli lalu.

Tohadim menambahkan bahwa bukti dalam laporan termasuk surat pernyataan dari Su dan SM, yang mengakui perbuatan tidak senonoh di balai desa pada 24 Juli lalu. “Surat pernyataan tersebut telah diserahkan kepada petugas saat pelaporan,” jelasnya.

Setelah pemeriksaan terhadap Sekdes Seduri, penyidik berencana memanggil saksi lain untuk memperjelas kasus ini. Tohadim berharap penyidikan dapat berjalan dengan adil dan transparan. “Kami menunggu langkah berikutnya dari penyidik, termasuk kemungkinan pemanggilan saksi ahli,” tambahnya.

Pihak kepolisian akan terus memanggil saksi-saksi untuk memperjelas kasus ini, dan diharapkan proses penyidikan berjalan adil dan transparan. Menurut Kasatreskrim Polres Mojokerto, AKP Nova Indra Pratama, penyelidikan masih dalam tahap pendalaman.

Kasatreskrim Polres Mojokerto, AKP Nova Indra Pratama, mengonfirmasi bahwa kasus ini sedang diproses. Namun, ia menyebutkan bahwa belum ada informasi tambahan karena penyidikan masih berlangsung. “Kasus ini sudah kami tindaklanjuti dan saat ini masih dalam tahap pendalaman,” ujarnya.

Sebelumnya, warga Balai Desa Seduri melakukan protes agar kasus ini segera diproses secara hukum. Meskipun salah satu pelaku, Su, telah dipecat dari jabatannya, warga tetap merasa kecewa karena balai desa telah disalahgunakan. Sekdes Seduri melaporkan pelaku berdasarkan Pasal 281 KUHP tentang perbuatan asusila di tempat umum. Kasus ini menekankan pentingnya keterbukaan dan transparansi dalam proses hukum untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan keadilan ditegakkan bagi semua pihak.

PPN Naik Jadi 12%? Prabowo Siap Tentukan Nasib Ekonomi Indonesia

Jakarta,— Dengan terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden, sejumlah kebijakan fiskal penting akan segera diputuskan, termasuk rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Langkah ini bukan hanya soal perubahan aturan pajak, tetapi juga merupakan langkah strategis yang akan berdampak luas terhadap perekonomian nasional.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan pentingnya dialog dan kerjasama erat antara kementerian dan Presiden terpilih dalam menentukan kebijakan dengan dampak besar seperti ini. Kenaikan PPN akan mempengaruhi daya beli masyarakat serta kondisi ekonomi secara keseluruhan, sehingga Prabowo diharapkan dapat mempertimbangkan hal ini dengan cermat.

Selain PPN, kebijakan tentang cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) juga akan diputuskan oleh Prabowo. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan yang bijaksana dalam menangani isu ekonomi yang sensitif.

Di bawah kepemimpinan Prabowo, bagaimana kebijakan fiskal ini akan dijalankan? Apakah akan ada langkah-langkah untuk meringankan dampak bagi masyarakat dan sektor-sektor tertentu? Seluruh rakyat Indonesia kini menanti keputusan pertama Prabowo sebagai pemimpin baru, yang akan menentukan arah kebijakan ekonomi negara ke depan.

Dilansir dari CNBC Indonesia.

Mahasiswa ISBI Serukan Orasi Keadilan di Tengah Demonstran

Jakarta – Suasana demonstrasi di depan Gedung DPR pada Kamis (22/8) menjadi saksi aksi orasi mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) yang menyuarakan keresahan mendalam atas situasi politik di Indonesia. Dalam protes menentang Rancangan Undang-Undang Pilkada yang dirancang oleh DPR hanya dalam satu malam, mahasiswa tersebut menyampaikan orasi dengan satire, mengkritik tajam hilangnya nilai-nilai Pancasila di tengah situasi yang sarat kepentingan politik.

Di hadapan ribuan demonstran yang menolak RUU Pilkada, mahasiswa ISBI tersebut berteriak lantang, “Berita kehilangan, satu. Ketuhanan yang Maha Esa, dua. Kemanusiaan yang adil dan beradab, tiga. Persatuan Indonesia, empat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, lima. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Ucapannya menggema di antara massa yang hadir, yang kemudian serentak mengulang orasi tersebut. Pesan yang disampaikan dengan nada satire ini dianggap sebagai simbol hilangnya esensi Pancasila dalam proses politik yang sedang berlangsung. Di saat bangsa ini seharusnya mengedepankan demokrasi dan keadilan, proses legislasi yang tergesa-gesa justru mencederai nilai-nilai luhur yang menjadi dasar negara.

RUU Pilkada yang sedang digodok oleh DPR dituduh banyak pihak sebagai langkah yang tergesa-gesa dan penuh kepentingan politik tertentu. Banyak yang meyakini bahwa rancangan undang-undang ini dibuat untuk melanggengkan Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, untuk maju sebagai calon gubernur di masa depan. Hal ini menambah kekecewaan publik terhadap DPR yang dinilai lebih mengutamakan kepentingan elite politik daripada aspirasi rakyat.

Mahasiswa ISBI tersebut, dengan orasi yang kuat dan menggelora, menegaskan bahwa keputusan cepat seperti ini tidak hanya merusak prinsip-prinsip demokrasi, tetapi juga menunjukkan adanya ketidakadilan yang semakin menguat dalam proses politik Indonesia. Ia menyindir bahwa Pancasila seakan menjadi “berita kehilangan”, menandakan bahwa nilai-nilai dasar bangsa sudah semakin terpinggirkan.

Orasi tersebut berhasil menghidupkan kembali semangat para demonstran yang merasa bahwa perjuangan mereka bukan sekadar menolak revisi yang terburu-buru, tetapi juga mempertahankan prinsip-prinsip demokrasi yang menjadi fondasi bagi keberlangsungan bangsa.

Aksi mahasiswa ISBI ini mendapatkan respons positif dan memperkuat solidaritas para demonstran dalam menuntut keadilan, transparansi, serta penolakan terhadap intervensi politik yang merusak demokrasi. Dengan orasi penuh satire tersebut, ia tidak hanya menyuarakan kekecewaan tetapi juga menyalakan api perjuangan di tengah massa yang haus akan keadilan.

Brutalitas Polisi Warnai Demo Depan DPR

Jakarta – Kekerasan dalam demonstrasi kembali menjadi sorotan setelah insiden pengeroyokan terhadap seorang demonstran oleh 15 polisi saat aksi penolakan revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR pada Kamis (22/8). Kejadian ini membuka diskusi publik mengenai tindakan berlebihan aparat dalam menangani massa, terutama dalam konteks unjuk rasa damai.

Peristiwa pengeroyokan dimulai saat polisi mulai menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Tindakan tersebut memicu kekacauan dan ketegangan di lapangan. Korban, seorang demonstran yang berusaha menghindari gas air mata, malah menjadi target kekerasan setelah terjatuh dan ditangkap oleh aparat.

Saksi dari Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menjelaskan bahwa korban dipukuli secara brutal, bahkan setelah dinyatakan tak bersalah oleh dirinya sendiri. Pemaksaan pengakuan atas tindakan yang tidak dilakukan semakin memperjelas penggunaan kekerasan sebagai metode penyelesaian yang keliru.

Kekerasan dalam penanganan aksi protes telah memicu reaksi luas dari masyarakat dan kelompok hak asasi manusia. KontraS melaporkan bahwa korban bukan satu-satunya yang mengalami perlakuan tidak manusiawi tersebut. TAUD menemukan bukti ceceran darah di ruang penahanan sementara di Gedung DPR, menunjukkan bahwa kekerasan tidak berhenti di lapangan, tetapi berlanjut hingga ke tempat tahanan.

Insiden ini mendorong banyak pihak untuk meninjau ulang metode yang digunakan aparat dalam menghadapi massa. Dalam konteks demokrasi, unjuk rasa adalah bentuk hak asasi untuk menyampaikan pendapat, yang seharusnya dijamin oleh hukum. Ketika aparat memilih pendekatan kekerasan, ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai batas penegakan hukum dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Brutalitas aparat dalam insiden ini memperlihatkan kegagalan penegakan hukum yang proporsional. Penembakan gas air mata yang tidak terukur dan pengeroyokan terhadap massa justru menimbulkan krisis kepercayaan terhadap pihak berwenang.

Ketika kekerasan digunakan sebagai respons pertama terhadap protes, masyarakat cenderung merasa terintimidasi dan tidak aman. Aparat yang seharusnya menjadi pengaman justru berisiko menjadi pemicu ketegangan lebih lanjut. Isu ini kini menjadi perbincangan luas, menyoroti perlunya reformasi dalam penanganan aksi demonstrasi dan sikap aparat dalam menjalankan tugas mereka.

Dengan insiden ini, tuntutan untuk penyelidikan dan akuntabilitas terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan semakin kuat. Masyarakat berharap agar ke depan, penegakan hukum dilakukan dengan cara yang lebih manusiawi, tanpa harus mengorbankan hak-hak dasar warga negara.

Kerusuhan Pecah di Kompleks DPR, Aparat dan Massa Bentrok Saat Tolak Revisi UU Pilkada

Jakarta – Kericuhan mewarnai aksi demonstrasi menolak revisi Undang-Undang Pilkada yang digelar di Gedung DPR, Kamis (22/8). Massa berhasil menjebol pagar belakang dan merangsek masuk ke dalam area parlemen. Aparat gabungan TNI-Polri dengan sigap membentuk barikade untuk menahan massa yang semakin tidak terkendali.

Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa aparat keamanan berusaha keras memukul mundur massa yang melempari mereka dengan botol dan membakar ban serta spanduk. Banyaknya demonstran telah diamankan oleh pihak kepolisian dan dibawa ke posko pengamanan terdekat.

Saat massa semakin agresif, mereka berhasil menjebol pagar dan memasuki area kompleks DPR. Namun, upaya mereka untuk maju lebih jauh terhalang oleh barikade kedua yang dibentuk oleh aparat. Di tengah situasi yang memanas, massa terus menyerukan protes mereka terhadap revisi UU Pilkada yang disepakati oleh delapan fraksi di DPR, kecuali PDIP.

Penolakan terhadap revisi UU Pilkada dipicu oleh kecepatan proses pembahasan di DPR yang dinilai terlalu terburu-buru, kurang dari tujuh jam. Keputusan ini datang sehari setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang mengubah syarat pencalonan Pilkada. Publik merasa putusan MK tidak sepenuhnya diakomodasi oleh revisi tersebut, yang memicu kemarahan hingga menjadi aksi besar-besaran.

Hingga saat ini, kondisi di sekitar Gedung DPR masih tegang. Aparat terus berusaha mengendalikan situasi dengan menghalau massa yang belum mau mundur. Demonstran tetap mendesak untuk bertemu dengan perwakilan DPR, sementara parlemen belum merespons permintaan mereka.

“Peringatan Darurat” Viral, Simbol Kekecewaan Publik Terhadap Kebijakan DPR

Jakarta – Gambar garuda berlatar biru bertuliskan “Peringatan Darurat” ramai menghiasi media sosial sebagai bentuk protes masyarakat terhadap revisi UU Pilkada yang disepakati DPR. Revisi ini dianggap banyak pihak sebagai langkah yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga memicu kekecewaan publik.

Gambar tersebut viral di berbagai platform, seperti Instagram dan X, dengan banyak netizen, termasuk selebriti dan influencer seperti Pandji Pragiwaksono dan Joko Anwar, ikut menyebarkannya. Hingga Rabu (21/8/2024), tagar “Peringatan Darurat” menjadi trending di X, menunjukkan betapa luasnya reaksi masyarakat terhadap kebijakan DPR.

Viralnya gambar ini menegaskan peran media sosial sebagai ruang protes baru di era digital. Dengan lebih dari 32.500 tweet terkait tagar tersebut, media sosial telah menjadi alat mobilisasi massa untuk menyuarakan ketidakpuasan publik.

Salah satu poin utama yang disorot dalam revisi ini adalah syarat usia calon kepala daerah yang dianggap mengabaikan putusan MK. Selain itu, keputusan DPR dinilai merugikan demokrasi karena menolak putusan MK terkait ambang batas pencalonan.

Gerakan protes kini tidak hanya terjadi di jalanan, tetapi juga di dunia maya. Banyak orang memanfaatkan media sosial untuk menunjukkan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah. Dengan dukungan dari selebriti, gerakan ini semakin mendapatkan perhatian dan memperkuat pesan protes publik

Paskibraka Perempuan Kini Boleh Berjilbab di Upacara HUT RI: Polemik Berakhir dengan Klarifikasi BPIP

Jakarta– Polemik terkait dugaan pelarangan jilbab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) perempuan akhirnya menemukan titik terang. Pada upacara peringatan HUT ke-79 Republik Indonesia yang diselenggarakan di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada Sabtu (17/8/2024), sejumlah anggota Paskibraka perempuan terlihat mengenakan jilbab, menandai kebijakan baru setelah kontroversi yang sempat memanas di publik.

Upacara ini berlangsung di halaman Istana Negara IKN, menampilkan deretan Paskibraka dalam seragam putih yang ikonik. Anggota laki-laki tampil dengan peci hitam, sementara anggota perempuan yang tidak berjilbab mengenakan peci dengan rambut dipotong pendek seleher. Namun, yang menarik perhatian publik adalah kehadiran beberapa anggota Paskibraka perempuan yang mengenakan jilbab hitam, lengkap dengan rok panjang hingga mata kaki dan kaus kaki putih. Dengan langkah tegap dan semangat, mereka menjalankan tugas dengan baik.

Di antara total 76 anggota Paskibraka Nasional, yang terbagi dalam Tim Nusantara dan Tim Indonesia Maju, 18 anggota perempuan terlihat mengenakan jilbab. Hal ini merupakan perubahan besar setelah sempat muncul polemik terkait dugaan pelarangan jilbab. Purna Paskibraka Indonesia (PPI) mengungkapkan bahwa kejadian ini merupakan yang pertama kali terjadi dalam sejarah Paskibraka, di mana sebelumnya tidak pernah ada pelarangan penggunaan jilbab.

PPI menyesalkan insiden tersebut, terutama ketika 18 anggota Paskibraka perempuan tersebut diminta untuk tidak mengenakan jilbab saat pengukuhan. Namun, kebijakan itu akhirnya dibatalkan setelah mendapat protes dan perhatian publik.

Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, segera memberikan klarifikasi terkait kebijakan ini dan menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat. Ia mengakui adanya kesalahan dalam penanganan isu jilbab dan menegaskan bahwa BPIP menghargai kebebasan beragama. Selain itu, Kepala Sekretariat Presiden, Heru Budi Hartono, juga memberikan kepastian bahwa anggota Paskibraka diperbolehkan mengenakan jilbab selama upacara kemerdekaan.

“Anggota Paskibraka diizinkan menggunakan jilbab seperti yang mereka lakukan saat pendaftaran,” tegas Heru dalam sebuah konferensi pers di Balai Kota Jakarta, Rabu (14/8).

Langkah BPIP dan Istana Negara dalam merespons kritik publik mendapat sambutan positif. Banyak pihak memandang bahwa kebijakan baru ini mencerminkan nilai-nilai Pancasila yang menghargai keberagaman dan kebebasan beragama. Kehadiran Paskibraka perempuan yang mengenakan jilbab di acara kenegaraan menjadi simbol inklusivitas dan toleransi yang kuat dalam peringatan kemerdekaan Indonesia.

Dengan isu ini yang kini telah selesai, harapan besar agar kebijakan serupa lebih memperhatikan sensitivitas keagamaan di masa depan menjadi perhatian publik. Keberagaman adalah kekayaan bangsa, dan upacara kemerdekaan kali ini telah menjadi refleksi dari nilai-nilai tersebut yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia.

Facebook
WhatsApp
X
Threads
Telegram

Protes MUI Soal Larangan Jilbab di Paskibraka: ‘Tidak Pancasilais!

Jakarta – Polemik mengenai dugaan pelarangan penggunaan jilbab bagi petugas Paskibraka perempuan Muslim dalam peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 tahun ini kian memanas. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah, Cholil Nafis, menyuarakan protes keras terhadap kebijakan yang dianggapnya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

“Ini tidak Pancasilais. Sila Ketuhanan yang Maha Esa menjamin hak setiap warga negara untuk melaksanakan ajaran agama mereka,” tegas Cholil Nafis dalam pernyataannya yang diunggah di laman resmi MUI.

Jika dugaan larangan ini terbukti benar, Cholil mendesak agar kebijakan tersebut segera dicabut. Ia bahkan mengimbau agar peserta Paskibraka perempuan Muslim yang merasa terpaksa membuka jilbabnya lebih baik meninggalkan tugas mereka.

“Kalau dipaksa buka jilbab, pulang saja,” ujar Cholil dengan nada geram.

Isu ini mencuat setelah sejumlah foto di media sosial memperlihatkan deretan Paskibraka perempuan tahun 2024 tanpa satu pun yang mengenakan hijab. Kejadian ini pun langsung mengundang reaksi luas dari berbagai kalangan, terutama warganet yang mempertanyakan apakah kebijakan tersebut memang diterapkan.

Berita dugaan pelarangan jilbab di kalangan Paskibraka menjadi viral di dunia maya. Di platform seperti Twitter dan Instagram, warganet merespons foto-foto yang tersebar dengan beragam komentar. Ada yang mengkritik keras kebijakan tersebut, sementara yang lain mempertanyakan mengapa di era modern ini masih ada larangan yang membatasi kebebasan beragama.

“Di mana hak kebebasan beragama? Ini bertentangan dengan dasar negara kita yang beragam,” tulis seorang pengguna Twitter dalam tanggapannya.

Kebijakan seragam di acara kenegaraan seperti upacara kemerdekaan biasanya diterapkan untuk menciptakan keseragaman. Namun, jika benar ada larangan penggunaan jilbab, maka timbul pertanyaan mengenai seberapa jauh negara harus menerapkan aturan seragam, terutama ketika itu bersinggungan dengan hak individu untuk menjalankan keyakinan agamanya.

Para tokoh agama dan masyarakat sipil menyerukan agar pemerintah meninjau ulang kebijakan ini dan mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara yang dibangun di atas fondasi kebebasan beragama dan keragaman budaya.

Hingga kini, pemerintah belum memberikan tanggapan resmi terkait protes dari MUI dan keresahan publik. Banyak pihak menunggu klarifikasi lebih lanjut, apakah benar ada aturan yang membatasi penggunaan jilbab bagi Paskibraka, ataukah ini hanya sebuah miskomunikasi yang mencuat ke permukaan.

Bagaimanapun, polemik ini telah memicu diskusi penting tentang bagaimana negara harus menyeimbangkan antara aturan seragam dengan hak asasi individu, terutama dalam hal kebebasan beragama yang dilindungi oleh konstitusi.

Facebook
WhatsApp
X
Threads
Telegram
Kapustanas: Indonesia Harus Mengambil Alih Kepemimpinan Dunia

Kapustanas: Indonesia Harus Mengambil Alih Kepemimpinan Dunia

Jakarta – Kepala Pusat Studi Ketahanan Nasional (Pustanas) Universitas Nasional, Iskandarsyah Siregar, mengatakan bahwa sudah selayaknya bangsa Indonesia memahami dan menyikapi segala fenomena belakangan ini dengan cermat dan tepat. Hal ini agar bangsa Indonesia tidak lengah dan selalu siap akan segala kemungkinan yang terjadi menyusul dampak dari segala kejadian yang terjadi di berbagai belahan dunia saat ini.

“Tewasnya pemimpin Hamas Ismail Haniyeh yang sampai hari ini tidak disinggung oleh pihak Zionis, mundurnya calon presiden Amerika serikat Biden, ancaman balas dendam Iran terhadap Zionis yang disampaikan oleh pemimpin tertingginya Ali Khamenei, dan tidak munculnya Penguasa Arab Saudi Raja Salman bin Abdul Aziz di publik belakangan ini, bukanlah hal yang biasa-biasa saja. Masih banyak fenomena tidak biasa lain yang terjadi belakangan. Semua fenomena ini tidak boleh dianggap common variable dan dibiarkan berlalu begitu saja tanpa kajian dan penyikapan yang saksama”, ujar Iskandarsyah Siregar dalam diskusi Ketahanan Nasional di Universitas Nasional Senin, 5 Agustus 2024.

Ia juga menyampaikan bahwa hal ini harus disikapi Indonesia dengan tepat, karena saat ini Indonesia telah menjadi bagian penting dalam dinamikan peradaban dunia. “Disadari atau tidak, saat ini Indonesia adalah center of gravity. Indonesia saat ini menjadi sorotan dan kiblat dunia yang tiap langkah dan gerak-geriknya memberi pengaruh signifikan terhadap negara-negara lain. Kita tidak boleh terlalu lugu dan naif dalam berperan di dunia internasional saat ini”, lanjut Iskandarsyah.

Iskandarsyah yang juga merupakan pakar Linguistik dan Fenomenologi ini mengatakan bahwa presiden Joko Widodo dan presiden terpilih Prabowo Subianto harus mengambil langkah-langkah strategis dalam berperan di dunia internasional saat ini. Dia berharap kedua tokoh ini dapat mereposisi Indonesia di dalam kasta pergaulan internasional ke depannya. “Saya melihat Menhan Prabowo Subianto, yang mungkin juga dalam kapasitas sebagai presiden Indonesia berikutnya, banyak berkeliling dunia menemui kepala-kepala negara dan lembaga-lembaga dunia belakangan ini. Saya juga menganggap bahwa pilihan pihak-pihak yang ditemui oleh beliau kelihatannya tepat. Dunia sudah berubah saat ini. Kita akan melihat sebentar lagi, ada negara adikuasa yang tumbang karena konflik internal dan terlalu sibuk mengurusi negara lain. Kita juga akan melihat ada negara dunia ketiga yang akan tiba-tiba menunjukkan tajinya dengan bermodalkan kekuatan ideologinya. Kita juga akan melihat terbentuknya koalisi baru secara resmi yang terdiri dari beberapa negara-negara dengan kekuatan milter dan ekonomi 10 besar dunia. Ini akan menciptakan situasi dan kondisi baru yang mungkin terasa aneh bagi kebanyakan orang. Apapun itu, Indonesia harus mengambil alih kepemipinan dunia suatu saat nanti. Kita sanggup. Dan kelihatannya Tuhan menginginkan demikian”, pungkas Iskandarsyah Siregar.

Kepala Pusat Studi Ketahanan Nasional Universitas Nasional, Iskandarsyah Siregar, menekankan pentingnya Indonesia untuk memahami dan merespons berbagai fenomena global yang sedang terjadi dengan cermat. Ia menyebut beberapa peristiwa signifikan, seperti tewasnya pemimpin Hamas, mundurnya calon presiden AS Joe Biden, dan ancaman Iran terhadap Zionis, sebagai tanda perubahan besar yang membutuhkan perhatian serius. Iskandarsyah juga menyoroti peran Indonesia yang semakin penting di kancah internasional, mengingatkan bahwa Indonesia tidak boleh naif dalam menjalankan peran globalnya. Ia berharap bahwa Presiden Joko Widodo dan Presiden terpilih Prabowo Subianto dapat mengambil langkah strategis untuk menempatkan Indonesia di posisi yang lebih tinggi dalam percaturan internasional, karena perubahan besar dalam tatanan global diperkirakan akan segera terjadi (Editor).

Workshop Penulisan Artikel Ilmiah: Strategi Komprehensif untuk Publikasi di Jurnal Terindeks Scopus

Workshop Penulisan Artikel Ilmiah: Strategi Komprehensif untuk Publikasi di Jurnal Terindeks Scopus

Workshop Penulisan Artikel Ilmiah: Strategi Komprehensif untuk Publikasi di Jurnal Terindeks ScopusUniversitas Nasional mengadakan workshop penulisan artikel ilmiah dengan tema “Scopus: Strategy A Comprehensive Guide to Academic Writing (Pre-Event ICMAL)” pada Senin, 22 Juli 2024. Acara ini dilaksanakan di Ruang Rapat Cyber dan melalui platform Zoom, serta dihadiri oleh dosen dan mahasiswa. Workshop ini bertujuan untuk memberikan pelatihan mengenai penulisan artikel ilmiah yang dapat diterima dan diterbitkan di jurnal yang terindeks Scopus, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas publikasi ilmiah dari para peserta.

Acara ini menghadirkan tiga pembicara ahli di bidang penulisan artikel ilmiah, yaitu Iskandarsyah Siregar, S.S., M.Hum., Ph.D., Prof. Dr. Ir. Edi Sugiono, S.E., M.M., dan Dr. Vivitri Dewi Prasasty. Sambutan pembuka disampaikan oleh Wakil Rektor PPMK, Prof. Dr. Ernawati Sinaga, M.S., Apt., yang menekankan pentingnya publikasi ilmiah dalam meningkatkan reputasi akademik dan kontribusi penelitian. Workshop ini diikuti oleh 24 peserta on-site, 30 peserta online, dan didukung oleh 6 orang panitia yang memastikan kelancaran acara.

T
Diharapkan setelah mengikuti workshop ini, peserta mampu menulis artikel ilmiah yang berkualitas tinggi dan memenuhi standar jurnal terindeks Scopus. Selain itu, para peserta diharapkan dapat meningkatkan publikasi ilmiah mereka dan berkontribusi lebih banyak dalam dunia akademik dan penelitian. Inti dari pembahasan workshop ini adalah teknik dan strategi penulisan artikel ilmiah agar dapat diterima di jurnal yang terindeks Scopus, mencakup cara memilih topik penelitian yang relevan, struktur penulisan yang baik, teknik penulisan yang efektif, serta cara mengatasi proses review dan revisi dari jurnal.

Workshop Penulisan Artikel Ilmiah: Strategi Komprehensif untuk Publikasi di Jurnal Terindeks Scopus
Acara workshop ini berjalan dengan lancar dan mendapat respon positif dari para peserta. Para pembicara memberikan materi yang komprehensif dan bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan penulisan artikel ilmiah peserta. Dengan mengikuti workshop ini, diharapkan para peserta dapat menerapkan ilmu yang didapat dalam penulisan artikel ilmiah mereka, sehingga dapat diterima di jurnal terindeks Scopus dan meningkatkan kontribusi dalam dunia akademik dan penelitian.
Kegiatan ini akan ditindaklanjuti dengan pendampingan artikel ilmiah untuk disubmisi ke jurnal terindeks Scopus, WoS, atau ISI. Pengumuman resmi mengenai pendampingan ini akan disampaikan pada Pre-Event 2 ICMAL yang akan diselenggarakan pada Agustus 2024.
Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara ini, baik dari panitia, pembicara, maupun peserta. Semoga acara ini memberikan manfaat yang besar dan dapat dilaksanakan kembali di masa mendatang dengan tema yang lebih menarik dan relevan.