Konflik Agraria di Banyuwangi: Penangkapan Petani dan Dampaknya pada Ketahanan Pangan.

Konflik Agraria di Banyuwangi: Penangkapan Petani dan Dampaknya pada Ketahanan Pangan.

Petani menunjukan padi hasil panennya di kampung Kilasah, Kasemen, Serang, Banten, Sabtu (1/2). Data BPS mencatat target produksi padi Provinsi Banten tahun 2013 sebesar 7.450.000 ton Gabah Kering Giling (GKG) tidak tercapai dan hingga akhir Desember 2013 baru mencapai 6.412.975 ton GKG akibat banyaknya sawah yang terendam banjir hingga mengalami gagal panen. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/Koz/NZ/14.

Dilansir dari berita yang diterbitkan oleh BBC.com Banyuwangi, 13 Juni 2024 – Seorang petani di Desa Pakel, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, bernama Muhriyono, ditangkap oleh polisi pada Minggu (09/06) di tengah konflik agraria yang sedang berlangsung antara warga desa dan perusahaan perkebunan, PT Bumisari Maju Sukses. Penangkapan ini menambah daftar panjang kasus “kriminalisasi” terhadap warga yang mempertahankan hak atas tanah mereka, menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).

Konflik antara warga dan PT Bumisari Maju Sukses telah berlangsung selama puluhan tahun, dengan warga desa berusaha mempertahankan lahan yang menjadi sumber penghidupan mereka. Walhi menyatakan bahwa kasus Muhriyono menggambarkan pola berulang dalam konflik agraria lainnya di Indonesia. Berdasarkan catatan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), sebanyak 2.442 orang telah dikriminalisasi sepanjang dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Namun, Polresta Banyuwangi membantah tudingan tersebut dan menyatakan bahwa kasus Muhriyono, yang diduga terlibat dalam pengeroyokan petugas keamanan PT Bumisari, merupakan “kasus pidana umum” dan bukan terkait dengan sengketa tanah atau perjuangan hidup warga.

Selain berdampak pada hubungan antara warga dan perusahaan perkebunan, konflik agraria ini juga memiliki implikasi serius terhadap ketahanan pangan lokal. Penangkapan Muhriyono dan ketidakpastian yang diakibatkan oleh konflik ini mengancam stabilitas pangan di daerah tersebut. Para petani yang tergantung pada lahan pertanian menghadapi kesulitan dalam mengakses lahan mereka, yang berdampak negatif pada produksi pangan lokal dan meningkatkan ketergantungan pada pasokan dari luar daerah.

Kriminalisasi terhadap petani menciptakan suasana ketakutan dan ketidakpastian, mengganggu aktivitas pertanian sehari-hari. Dalam konteks ini, perlindungan terhadap hak-hak petani dan penyelesaian konflik agraria menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa para petani dapat mengelola lahan mereka dengan aman dan produktif.

Pemerintah dan pihak terkait perlu mencari solusi yang adil dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa konflik ini tidak hanya diselesaikan secara legal tetapi juga mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Penyelesaian yang bijak dan berkeadilan dapat menjadi kunci untuk memastikan bahwa daerah tersebut tetap produktif dan berkontribusi positif terhadap ketahanan pangan nasional.

Konflik agraria di Banyuwangi bukan hanya persoalan legalitas dan hak atas tanah, tetapi juga menyangkut masa depan ketahanan pangan dan kesejahteraan komunitas petani di daerah tersebut. Dengan demikian, pendekatan holistik dan inklusif sangat dibutuhkan untuk mencapai solusi yang berkelanjutan.

Facebook
WhatsApp
X
Telegram